Rasya Fauzy Sinaga atau yang akrab dipanggil Rasya adalah anak pertama dari lima bersaudara. Dia memiliki tiga orang adik perempuan dan satu adik laki-laki yang bernama Sifana (10 tahun), Abel (8 tahun), Adit (4 tahun), dan Zia (1,5 tahun). Ibunya bernama Fatimah Rasyidah Arif dan Ayahnya bernama Lian Syahputra Sinaga. Dia adalah siswa kelas satu SMP di SMP Negeri 12 Medan. Rasya bercita-cita menjadi seorang tentara alasannya karena dia ingin membela negara Indonesia. Hobinya bermain sepak bola.
Ibu Rasya bekerja sebagai asisten rumah tangga yang berpenghasilan enam ratus ribu perbulan. Sedangkan ayahnya kadang bekerja kadang tidak. Penghasilan yang di dapatkan setiap bulannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apalagi dengan adanya pandemic wabah virus covid19, dampak yang di timbulkan sangat mereka rasakan. Ayahnya kesulitan mendapatkan pekerjaan dan ibunya harus mencari tambahan lain dengan mengambil upahan untuk membersihkan bawang merah yang akan didistribusikan ke pasar-pasar. Rasya dan keluarga bekerja menggunting bagian akar bawang dan daunnya.

Mereka mendapatkan upah dua puluh ribu rupiah untuk satu goni bawang merah seberat kurang lebih 30kg. Rasya dan keluarga saling membantu untuk membersihkan bawang-bawang tersebut agar cepat selesai. Walaupun begitu mereka hanya mendapatkan jatah satu goni per hari karena pekerjaan ini juga banyak di lakukan keluarga lainnya. Jika sedang tidak beruntung mereka tidak mendapat jatah bawang untuk dibersihkan. Rasya dan keluarga mengontrak di sebuah rumah (ruangan seperti kos-kosan) berukuran 4 x 4 meter. Ruangan yang kecil ini mereka gunakan sebagai kamar tidur, ruang makan, serta ruang bermain Rasya dan adik-adiknya. Tidak ada sekat di dalam ruangan ini dapurnya berada di depan pintu masuk rumah mereka dan kamar mandi yang mereka gunakan adalah kamar mandi bersama yang di gunakan juga oleh pengontrak lainnya.

Biaya
Biaya rumah sewa perbulannya adalah empat ratus ribu rupiah belum termasuk biaya listrik. Mereka juga harus menimba air untuk keperluan sehari-hari. Karena adik-adik Rasya masih kecil dia mengambil alih menimba air untuk adik-adiknya. Rasya adalah anak yang rajin dan sayang dengan keluarganya. Mereka hidup dengan kesederhanaan.
Dia tidak pernah mengeluh dengan kondisi keluarganya, dan selalu bersyukur dengan apa yang dia miliki. Dia menjaga adik-adiknya dengan sepenuh hati. Saat adanya pandemi sekolah menerapkan sistem pembelajaran online, Rasya belajar dari rumah. Sejak itu, dia tidak harus kesekolah karena tidak adanya pembelajaran tatap muka. Setiap pagi Rasya ikut membantu ibunya bekerja. Jika ibunya bekerja mencuci pakaian, Rasya membantu membilasnya. Selain itu, dia juga membantu menyapu halaman rumah tempat ibunya bekerja dan mencari jentik-jentik nyamuk untuk pakan ikan bos ibunya.

Sejak Februari 2021, Rasya
sudah tidak pernah lagi mengerjakan tugas online dari sekolah karena handphone yang biasa dia gunakan untuk mengerjakan tugas dan berkomunikasi dengan guru di sekolah rusak. Kendala lainnya adalah dia tidak punya kendaraan dan ongkos untuk pergi ke sekolah. Jarak sekolah yang jauh tidak memungkinkan baginya untuk berjalan kaki. Sehingga sampai saat ini tidak tidak tahu informasi terkini dari sekolahnya. Dia dan adik-adiknya rajin datang ke New Hope Class (NHC) yaitu kelas belajar yang di adakan oleh Yayasan Medan Generasi Impian. Selama pandemi, setiap siswa di jadwalkan hanya boleh datang satu kali seminggu. Begitu juga dengan dia dan adik-adiknya. Dari rumah mereka ke NHC berjarak sekitar 1,5 km.

Yayasan Medan Generasi Impian
menyediakan transportasi untuk menjemput dan mengantar mereka kembali ke rumah. Dia sudah bergabung menjadi siswa di Yayasan MGI sejak 2016. Dia selalu menunjukkan sikap yang baik kepada guru, dan teman-temannya. Kemampuannya memahami pelajaran di kelas juga cukup baik. Maka dari itu, banyak teman yang suka dengannya. Penghasilan yang tidak mencukupi membuat Rasya dan keluarga sering makan dengan lauk tempe, telur, dan mi instan. Bahkan akhir-akhir ini mereka juga sering makan hanya dua kali sehari. Kadang merasa lapar namun dia tidak mau egois. Makanan yang ada harus di bagi rata. Mereka selalu makan bersama-sama. Selama bulan Ramadhan, jika tidak ada beras mereka makan sahur hanya dengan mie instan.

Sore hari, Rasya dan ketiga adiknya, Sifana, Abel dan Adit pergi ke mesjid untuk berbuka puasa karena di mesjid di sediakan makanan untuk berbuka puasa. Setelah itu, mereka tetap berada di mesjid untuk melaksanakan sholat tarawih. Rasya mengatakan bahwa dia menjalani kehidupannya dengan ikhlas dan penuh rasa syukur. Inilah yang selalu di katakan ibunya. Yayasan Medan Generasi Impian ingin membantu Rasya dan anak-anak lainnya yang senasib dengan di Yayasan Medan Generasi Impian. Mereka tinggal di daerah marginal (pinggiran rel Glugur Kota Medan). Yuk turun tangan bantu, niatkan untuk kebaikan.